GAMBAR PENINGGALAN SEJARAH HINDU
A.
KERAJAAN
HINDU DI INDONESIA
1.
Kerajaan Kutai
Kutai
adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai didirikan sekitar
tahun 400 masehi. Letaknya di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Nama
Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti
yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Raja pertamanya bernama
Kudungga. Raja yang terkenal adalah Mulawarman. Mulawarman menyembah Dewa
Syiwa. Dalam suatu upacara Raja Mulawarman menghadiahkan 20.000 ekor sapi
kepada Brahmana. Untuk memperingati upacara itu maka didirikan sebuah Yupa.
Dalam Yupa itu ditulis berita mengenai kedermawanan salah satu raja Kerajaan
Kutai yaitu Mulawarman.
Aswawarman
adalah raja kedua Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai
pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya
pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya
adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir
seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Kerajaan
Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara (Kerajaan Islam) ke-13, Aji
Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura)
berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada
di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang
disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya
menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2.
Kerajaan
Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah
kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga
abad ke-7 M. Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan
artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan
Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.Tarumanegara adalah kerajaan Hindu
tertua di Pulau Jawa. Rajanya yang terkenal adalah Purnawarman.
Purnawarman memeluk agama Hindu yang menyembah Dewa Wisnu. Raja yang pernah
berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada
tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali
Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Saluran air itu berfungsi untuk mengairi lahan pertanian dan menahan
banjir. Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah
prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak
Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai
tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati
(wilayah Bekasi).
3.
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah
sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan
ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
Kerajaan Kediri terletak di sekitar Kali Berantas, Jawa Timur. Kerajaan Kediri
berjaya pada pemerintahan Raja Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sirikan
Kameswara. Kameswara meninggal pada tahun 1130. Penggantinya adalah Jayabaya.
Jayabaya adalah raja terbesar Kediri. Ia begitu terkenal karena ramalannya yang
disebut Jangka Jayabaya. Raja Kediri yang terakhir adalah Kertajaya yang
meninggal tahun 1222. Pada tahun itu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok di Desa
Ganter, Malang.
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum
Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti
kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga
tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat
akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di
Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa
membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan
takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama
Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama
Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di
kota lama, yaitu Kahuripan. Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi
dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat
di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun
Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian
menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang
lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam
prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu
juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta
(1178).
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa
pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama. Pada
tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian
meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga
bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri. Perang
antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan
Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri
menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat
Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha
digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya
digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang memberontak terhadap
Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana
leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara,
Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun
dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan
menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
4. Kerajaan Singosari
Kerajaan Singasari terletak di Singasari, Jawa
Timur. Luasnya meliputi wilayah Malang sekarang. Kerajaan Singasari didirikan
oleh Ken Arok. Beliau memerintah tahun 1222-1227 M. Para penggantinya
adalah Anusapati (1227-1248), Panji Tohjaya (1248), Ranggawuni
(1248-1268), Kertanegara (1268 -1292).
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan
Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama,
ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama
Kutaraja. Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama
Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari.
Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal
daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama
Kerajaan Singhasari. Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti
Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah
daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat)
Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu
muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi
akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken
Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara
Kertajaya raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan
diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel
bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa
Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel. Nagarakretagama juga menyebut tahun
yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama
Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa
Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara
tahun 1255, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa.
Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam
Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa.
Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan
Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
5. Kerajaan
Medang
Kerajaan Medang (atau
sering juga disebut Kerajaan
Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah
nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Pada umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai
untuk menyebut periode Jawa
Timur saja, padahal
berdasarkan prasasti-prasasti yang telah ditemukan, nama Medang sudah dikenal
sejak periode sebelumnya, yaitu periode
Jawa Tengah.
Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk
menyebut Kerajaan Medang periode
Jawa Tengahadalah Kerajaan
Mataram, yaitu merujuk kepada salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang
untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan
Mataram Hindu
Pada umumnya para sejarawan menyebut ada
tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode
Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode
Jawa Timur.
B.
CANDI
HINDU
1.
Candi
Cetho
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan
masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama
mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga
melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan
rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia
Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini
memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun
Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian
1400m di atas permukaan laut.
Ciri-cirinya:
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan
tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung
mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan
halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan
Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
2.
Candi
Asu
Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang
terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten
Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari
candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu
candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama
baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.
Ciri-cirinya
:
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu
Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’.
Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat
menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi
Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng
barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai
Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35
meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan
sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan
bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan
dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I (
874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
3.
Candi
Gunung Wukir
Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada
di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.
Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi
pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi
ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya
dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Ciri-cirinya:
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m
terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti
Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam
candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa),
dan arca lembu betina atau Andini.
4. Candi
Gunung Sari
Candi
Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi
ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Ciri-cirinya:
Candi
Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih
tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat
pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak
di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat
menemukan inspirasi dan keindahannya.
5. Candi
Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi
peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran.
Di kompleks candi ini terdapat lima buah candi. Candi ini diketemukan oleh
Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman
Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Ciri-cirinya:
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di
Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan
laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27°C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki
pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus yang
tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang.
6. Candi
Pringapus
Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo,
Temanggung 22 Km arah barat laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca
berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi
Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun
tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi
ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.
Ciri-cirinya:
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat
tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan
Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi
Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis
7.
Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak
di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini
dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan
yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim
dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Ciri-cirinya:
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok
pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda
dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu
Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip
dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru.
Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di
Mesir.
8.
Candi
Dieng
Dieng adalah nama pegunungan yang
berada sekitar 26 kilometer ke arah utara dari Kota Wonosobo termasuk wilayah
kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Kawasan Candi Dieng
menempati dataran tinggi berukuran
sekitar 14.000 meter persegi pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar
1900 m dengan
lebar sepanjang 800 m. Luasnya
kurang lebih areal kompelks candi sekitar 619,846 hektar yang wilayah kompleks
candi dikelilingi oleh gugusan gunung, antara lain: Gn.Sumbing, Gn.
Sindoro, Gn. Perahu, Gn. Rogojembangan, dan Gn. Bismo. Konon nama Dieng berasal
dari kata “Di-Hyang” yang berarti "tempat bersemayamnya para dewa".Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan
Dieng,Wonosobo, Jawa tengah. Terdapat beberapa komplek candi di daerah ini,
dibangun pada masa agama Hindu, dengan peninggalan Arca Dewa Siwa,Wisnu,
Agastya, Ganesha dan lain-lainya bercirikan Agama Hindu. Dari prasasti batu
yang ditemukan, menyebutkan angka tahun 731 saka (809 Masehi) dan 1210 Masehi,
dari informasi ini dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa tempat suci Agama
Hindu digunakan kurang lebih 4 abad.
Candi Dieng pertama kali diketemukan
kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara Inggris yang sedang
berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam
genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya
pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya
pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864,
dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen.
9.
Candi Penataran
Candi
Penataran terletak di desa Penataran, kecamatan Nglegok, kabupaten Blitar, Jawa
Timur, Indonesia, Koordinat GPS : 8° 00’59.06″ S 112° 12’34.90″ E. Lokasinya
yang terletak di kaki gunung Kelud, menjadikan area Candi Penataran berhawa
sejuk. Candi Penataran adalah kompleks percandian terbesar dan paling terawat
di provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Candi
Penataran merupakan candi yang kaya dengan berbagai macam corak relief, arca,
dan struktur bangunan yang bergaya Hindu. Adanya pahatan Kala (raksasa menyeringai),
arca Ganesya (dewa ilmu pengetahuan dalam mitologi Hindu), arca Dwarapala
(patung raksasa penjaga pintu gerbang), dan juga relief Ramayana adalah bukti
tidak terbantahkan bahwa Candi Penataran adalah candi Hindu.
10.
Candi
Prambanan
Candi Prambanan
adalah candi Hindu terbesar di Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 47 m,
namun seperti halnya dengan candi-candi yang lain, Candi Prambanan ditemukan
kembali dalam keadaan runtuh dan hancur serta ditumbuhi semak belukar. Hal ini
karena telah ditinggalkan manusia pendukungnya beratus-ratus tahun silam.
Secara administratif kompleks candi ini berada di perbatasan Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat sering menyebut candi ini dengan nama
candi Larajonggrang, suatu sebutan yang sebenarnya keliru karena seharusnya
Rara Jonggrang. Sifat keagamaan candi Prambanan yang Hinduistis itu antara lain
dapat diketahui dari susunan pantheon atau arca-arca dan juga relief-relief
cerita yang dipahatkannya.
Secara garis besar
data fisik tentang kompleks Candi Prambanan dapat diuraikan sebagai berikut :
pada halaman pertama (paling sakral) terdapat 3 candi utama, 3 candi perwara, 2
candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut/patok. Kesemua candi dihalaman
utama tersebut telah berhasil direkonstruksi lagi sedangkan dari 224 candi
perwara di halaman kedua, hanya beberapa candi perwara yang telah berhasil
direkonstruksi. Saat ini baru dilakukan usaha-usaha untuk mencoba
merekonstruksi beberapa candi perwara lainnya. Adapun ukuran masing-masing candi
yang berhasil diketahui adalah : candi Siwa luasnya 34 x 34 meter ; tinggi 47
meter. Candi Brahma 20 x 20 meter ; tinggi 33 meter. Candi Wisnu 20 x 20 meter
; tinggi 33 meter. Candi Nandi 16,71 x 15,21 meter ; tinggi 27,06 meter. Candi
A 14,37 x 14,37 meter ; tinggi 24,53 meter. Candi B 14,41 x 14,37 meter ;
tinggi 24,36 meter.
C.
PRASASTI
PENINGGALAN KERAJAAN HINDU
1.
Prasasti
Kutai
Prasasti Kutai menggunakan bahasa Sansekerta dalam bentuk syair yang
ditulis dengan huruf Pallawa. Prasasti itu menceritakan bahwa di daerah itu
(Kalimantan Timur) sudah berdiri kerajaan dengan rajanya bernama Kudunga. Beliau
mempunyai putra bernama Aswawarman yang
menggantikannya sebagai raja. Aswawarman mempunyai tiga putera, salah satunya Mulawarman yang menggantikannya sebagai raja. Prasasti-prasasti itu juga menceritakan bahwa
Mulawarman adalah raja berhati mulia, baik budi, pemurah dan suka memberi
derma, di antaranya menyumbangkan 1000 ekor kerbau untuk dikorbankan.
2.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi
sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaanTarumanagara. Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa
Sanskerta dengan
metrum Anustubh yang teridiri dari tiga baris dan pada bagian bawah tulisan
terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), sepasang telapak kaki
dan laba-laba.
Teks:
vikkrantasyavanipat
eh
srimatah
purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva
padadvayam
Terjemahan:
“inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
“inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut). Hal ini berarti menegaskan kedudukan
Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa
sekaligus pelindung rakyat
3.
Prasasti
Tugu
Prasasti
Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari
Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian
Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh
Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut
merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering
terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada
musim kemarau.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara
Pallawa yang disusun
dalam bentuk seloka bahasa
Sanskerta dengan
metrum Anustubh yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk
permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti
dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan
pertanggalan. Kronologinya didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara
(analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti
ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan
prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat
tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang
sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa
Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang
dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti
ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22
sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai
Gomati dan Candrabhaga. Prasasti Tugu dipahatkan
pada batu berbentuk bulat telur berukuran ± 1m.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan
hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat
tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas
pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
4.
Prasasti
Kebon Kopi
Prasasti Kebonkopi I (dinamakan demikian untuk dibedakan dariPrasasti Kebonkopi II) merupakan salah satu peninggalan kerajaanTarumanagara. Prasasti Kebonkopi I ditemukan di Kampung Muara, desa Ciaruteun Ilir,
Cibungbulang, Bogor, pada abad ke-19
ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Sejak itu prasasti ini disebut Prasasti Kebonkopi I
hingga saat ini masih berada di tempatnya (in situ).
Prasasti
Kebonkopi dipahatkan pada salah satu bidang permukaan batu yang “batunya” cukup
besar dengan aksara Pallawa dan bahasa
Sanskerta yang disusun
ke dalam bentuk seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar
telapak kaki gajah.
Teks:
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam= padadvayam
Terjemahan: “Di sini nampak tergambar sepasang telapak
kaki…yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?)
kejayaan”
5. Prasasti
Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi atau Prasasti Ciampea adalah salah satu prasasti peninggalan
kerajaan Tarumanagara.
Prasasti Pasir Awi telah diketahui sejak tahun
1867 dan dilaporkan sebagai prasasti Ciampea. Peninggalan sejarah ini dipahat
pada batu alam. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan
dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang
telapak kaki. Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (±
559m dpl) di kawasan hutan perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan
Jonggol, kabupaten Bogor tepatnya pada koordinat 0°10’37,29” BB (dari Jakarta) dan
6°32’27,57”. Berada di puncak ketinggian perbukitan, dengan arah tapak kaki
atau posisi berdiri menghadap ke arah utara-timur. Posisi berdiri berada di
sisi yang curam yang memberikan pandangan luas ke wilayah bukit dan lembah di
bawahnya. Secara spesifik, jika kita berdiri persis di atas tapak kaki, kita
merasakan posisi berdiri yang cukup santai dan tanpa perasaan takut walaupun
berada di sisi yang curam.
6.
Prasasti
Jambu
Prasasti Jambu atau Pasir
Kolengkak adalah prasasti
yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara yang ditemukan di daerah perkebunan jambu kira-kira 30 km sebelah
barat Bogor.
Prasasti Jambu dipahatkan pada batu dengan
bentuk alami (sisi-sisinya berukuran kurang lebih 2-3meter). Prasasti
Jambu terdiri dari dua baris aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskertadengan
metrum Sragdhara. Pada batu prasasti ini juga terdapat pahatan gambar sepasang
telapak kaki yang digoreskan pada bagian atas tulisan tetapi sebagian amvar
telapak kaki kiri telah hilang karena batu bagian ini pecah.
Prasasti ini menyebutkan nama raja Purnnawarmman
yang memerintah di negara Taruma. Prasasti ini tanpa angka tahun dan
berdasarkan bentuk aksara Pallava yang dipahatkannya (analisis Palaeographis)
diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi.
Teks:
siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/ tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam//
siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/ tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam//
Bunyi terjemahan prasasti itu adalah:
"Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah
pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali
waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat
ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa
menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri
dalam daging bagi musuh-musuhnya."
D. PATUNG PENINGGALAN KERAJAAN HINDU
1. Arca Dwarapala
Di sebelah barat candi Singhasari (kurang
lebih 100 Meter) terdapat dua arca besar yang mempunyai tinggi 3,7 Meter yang
disebut sebagai penjaga atau lebih dikenal dengan Arca Dwarapala dari sebuah
taman yang indah dan luas pada zaman kerajaan Singhasari, yang mungkin mencakup
Sumberawan. Yang berada disebelah selatan pada tahun 1980 pernah dinaikkan dari
benamannya yang setinggi dadanya. Arca ini ditemukan di Bogor, Jawa Barat dibuat
pada Abad ke 5 M.
2. Patung
Kertanegara
Menurut catatan sejarah, Raja Kertanegara dari Kerajaan
Singasari, saat diserang oleh tentara Kerajaan Kediri (1292) sedang pesta makan
minum sampai mabuk. Kenyataannya adalah bahwa pada saat serbuan tentara Kediri
tersebut Kertanegara bersama dengan para patihnya, para Mahãwrddhamantri dan para pendeta-pendeta terkemukannya
sedang melakukan upacara-upacara Tantrayana. Penemuan patung ini di Jawa Timur
dan dibuat pada Abad ke 12 M.
3. Patung Kertajasa
Patung
Kertajasa ditemukan di Mojokerto, Jawa timur. Dibuat pada Abad 13 M dan
merupakan peninggalan kerajaan Majapahit.
4. Patung Airlangga
Patung
Airlangga ditemukan di Medang Kemulan. Dibuat pada Abad ke 10 dan merupakan
peninggalan kerajaan Medang Kemulan.
5. Patung Wisnu Cibuaya
Patung
Wisnu Cibuaya ditemukan di Cibuaya, Jawa Barat. Dibuat pada Abad ke 5 dan
merupakan peninggalan kerajaan Tarumanegara.
makasi infonya, salam
BalasHapussama"..:)
Hapus