PERISTIWA
SEKITAR PROKLAMASI DAN PEMBENTUKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
Kekalahan Jepang dalam
Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom oleh Sekutu di kota
Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.
Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita kekalahan
Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan
bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita
tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang
termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis,
Wikana, dan lainnya.
Penyerahan Jepang kepada
Sekutu menghadapkan para pemimpin Indonesia pada masalah yang cukup berat.
Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap
berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang
akan menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat
perintah-perintah khusus agar mempertahankan status quo sampai kedatangan
pasukan Sekutu.
Adanya kekosongan kekuasaan
menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai
masalah kemerdekaan Indonesia. Golongan muda menginginkan agar proklamasi
kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah,
Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh.
Sedangkan golongan tua
bersikap hati-hati dalam mencermati masa vacuum of power dan mereka
menginginkan proklamasi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI.
Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh.
Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Golongan muda kemudian mengadakan rapat di
salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada
tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul
Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang
menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia
sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain.
Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan
harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir. Soekarno
dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan
proklamasi.
Langkah selanjutnya
malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda
mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia
secepatnya lepas dari Jepang. Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak
mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak
memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda
berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang.
Selanjutnya golongan
muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang
tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
harus diamankan dari pengaruh Jepang. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno Hatta
ke Rengasdengklok antara lain:
a. agar kedua tokoh
tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
b. mendesak keduanya
supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala
ikatan dengan Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus
1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak dapat ditemukan di Jakarta. Mereka telah
dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan
Syudanco Singgih, pada malam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di
Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Karawang.
Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta, didasarkan
pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan
Jakarta terdapat hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama.
Secara geografis,
Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan
mudah setiap gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah
Jakarta, Bandung, atau Jawa Tengah. Mr. Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan
tua merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan
agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk
tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus segera dibawa ke
Jakarta.
Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera menuju
Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB.
Peranan Ahmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno Hatta
ke Jakarta, sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan
akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya
sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia
melepaskan Soekarno Hatta ke Jakarta.
Sekitar pukul 21.00 WIB Soekarno Hatta sudah sampai di Jakarta.
Semula tempat yang dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia) karena pihak
hotel tidak mengizinkan, akhirnya Soekarno-Hatta dibawa ke rumah Laksamana Muda
Maeda(perwira angkatan laut Jepang),di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta untuk menyusun
teks proklamasi. Dalam kondisi demikian, peran Laksamana Maeda cukup penting.
Pada saat-saat yang genting, Maeda menunjukkan kebesaran moralnya, bahwa
kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah dan hak dari setiap bangsa, termasuk
bangsa Indonesia. Berikut ini tokoh-tokoh yang terlibat secara langsung dalam
perumusan teks proklamasi.
Setelah rumusan teks
proklamasi selesai dirumuskan muncul permasalahan, siapa yang akan
menandatangani teks proklamasi? Soekarno mengusulkan agar semua yang hadir
dalam rapat tersebut menandatangani naskah proklamasi sebagai” Wakilwakil
Bangsa Indonesia”. Usulan Soekarno tidak disetujui para pemuda sebab sebagian
besar yang hadir adalah anggota PPKI, dan PPKI dianggap sebagai badan bentukan
Jepang. Kemudian Sukarni menyarankan agar Soekarno Hatta yang menandatangani
teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. Saran dan usulan Sukarni diterima.
Langkah selanjutnya, Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk
mengetik konsep teks proklamasi dengan beberapa perubahan, kemudian
ditandatangani oleh Soekarno Hatta. Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
a. kata “ tempoh” diubah menjadi tempo,
b. wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi “Atas nama bangsa
Indonesia”, dan
c. tulisan “Djakarta, 17-8-’05“ diubah menjadi Djakarta, hari 17
boelan 8 tahun ‘05.
Naskah hasil ketikan
Sayuti Melik merupakan naskah proklamasi yang autentik. Malam itu juga
diputuskan bahwa naskah proklamasi akan dibacakan pukul 10.00 pagi di Lapangan
Ikada(sekarang Lapangan Monas), Gambir. Tetapi karena ada kemungkinan timbul
bentrokan dengan pasukan Jepang yang terus berpatroli, akhirnya diubah di
kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Sejak pagi hari tanggal
17 Agustus 1945 di kediaman Ir. Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta
telah diadakan berbagai persiapan untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Kurang lebih pukul 09.55 WIB, Drs. Mohammad Hatta telah datang dan
langsung menemui Ir. Soekarno. Sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan, pukul
10.00 WIB Soekarno menyampaikan pidatonya.
4. Penyebaran Berita
Proklamasi dan Sikap Rakyat di Berbagai Daerah
Wilayah Indonesia
sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat
terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita
proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan
berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar
Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa
proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti
pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di
daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas.
Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio
dari Kantor Domei, Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari
seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F.
Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali
berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang
Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi
telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran
berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus
menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai
pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan
tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan
sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh
Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei
disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di
Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di
antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka
mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari
sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita
proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir
seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat
berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita
proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain
B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga
disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster,
maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan
slogan ”Respect our Constitution, August 17!” Hormatilah Konstitusi kami
tanggal 17 Agustus! Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan
di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga
disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI.
Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
1. Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
2. Sam Ratulangi dari Sulawesi.
3. Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
4. A. A. Hamidan dari Kalimantan.
5. Terbentuknya Negara Kesatuan dan Pemerintah
Republik Indonesia serta Kelengkapannya
Negara RI yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada
kenyataannya belum sempurna sebagai suatu negara. Oleh karena itu langkah yang
diambil oleh para pemimpin negara melalui PPKI adalah menyusun konstitusi
negara dan membentuk alat kelengkapan negara. Untuk itu PPKI mengadakan sidang
sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22
Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, muncul permasalahan yang disampaikan oleh
wakil dari luar Jawa, di antaranya Mr. Latuharhary (Maluku), Dr. Sam Ratulangi
(Sulawesi), Mr. Tadjudin Noor dan Ir. Pangeran Noor (Kalimantan), dan Mr. I
Ktut Pudja (Nusa Tenggara) yang menyampaikan keresahan penduduk non-Islam
mengenai kalimat dalam Piagam Jakarta yang nantinya akan dijadikan rancangan
pembukaan dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kalimat yang
dimaksud adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi para
pemeluknya”, serta “syarat seorang kepala negara haruslah seorang
muslim”. Untuk mengatasi masalah tersebut Drs. Mohammad Hatta beserta Ki Bagus
Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singadimedjo, dan Mr. Teuku
Mohammad Hassan membicarakannya secara khusus. Akhirnya dengan mempertimbangkan
kepentingan yang lebih luas dan menegakkan Negara Republik Indonesia yang baru
saja didirikan, rumusan kalimat yang dirasakan memberatkan oleh kelompok
non-Islam dihapus sehingga menjadi berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
syarat seorang kepala negara adalah orang Indonesia asli. Untuk memahami hasil
sidang secara lengkap, berikut Hasil-Hasil Sidang PPKI secara lengkap.
Sebagai tindak lanjut dari sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945
maka dibentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI). Komite Nasional Indonesia
adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum
diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu). KNIP diketuai oleh Mr. Kasman
Singodimejo. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945. Tugas pertama KNIP
adalah membantu tugas kepresidenan. Namun, kemudian diperluas tidak hanya
sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif.
Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945.
Dalam rapat tersebut, wakil presiden Drs. Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat
Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi hal-hal berikut.
a.
KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi
kekuasaan legislatif untuk membuat undang-undang dan ikut menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
b. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
B. Pembentukan Partai
Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus
1945 PPKI bersidang untuk yang ketiga kalinya dan menghasilkan keputusan antara
lain pembentukan Partai Nasional Indonesia, yang pada waktu itu dimaksudkan
sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia (partai tunggal). Dalam
perkembangannya muncul Maklumat tanggal 31 Agustus 1945 yang memutuskan bahwa
gerakan dan persiapan Partai Nasional Indonesia ditunda dan segala kegiatan
dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu, gagasan satu partai tidak
pernah dihidupkan lagi. Demi kelangsungan kehidupan demokrasi, maka KNIP
mengajukan usul kepada pemerintah agar rakyat diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik. Sebagai tanggapan atas usul
tersebut, maka pada tanggal 3 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat
pemerintah yang pada intinya berisi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik. Maklumat itu kemudian dikenal dengan Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945. Partai politik yang muncul setelah Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945 dikeluarkan antara lain Masyumi, Partai
Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Parkindo, Partai Rakyat Jelata,
Partai Sosialis Indonesia, Partai Rakyat Sosialis, Partai Katolik, Permai, dan
PNI.
C. Pembentukan Badan
Keamanan Rakyat
Badan Keamanan Rakyat
(BKR) ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP), yang merupakan induk organisasi yang ditujukan untuk memelihara
keselamatan masyarakat. BKR tugasnya sebagai penjaga keamanan umum di
daerah-daerah di bawah koordinasi KNI Daerah. Para pemuda bekas anggota Peta,
KNIL, dan Heiho segera membentuk BKR di daerah sebagai wadah perjuangannya.
Khusus di Jakarta dibentuk BKR Pusat untuk mengoordinasi dan mengendalikan BKR
di bawah pimpinan Kaprawi. Sementara BKR Jawa Timur dipimpin Drg. Moestopo, BKR
Jawa Tengah dipimpin Soedirman, dan BKR Jawa Barat dipimpin Arudji Kartawinata.
Pemerintah belum membentuk tentara yang bersifat nasional karena pertimbangan
politik, mengingat pembentukan tentara yang bersifat nasional akan mengundang
sikap permusuhan dari Sekutu dan Jepang. Menurut perhitungan, kekuatan nasional
belum mampu menghadapi gabungan Sekutu dan Jepang. Sementara itu para pemuda
yang kurang setuju pembentukan BKR dan menghendaki pembentukan tentara
nasional, membentuk badan-badan perjuangan atau laskar bersenjata. Badan
perjuangan tersebut misalnya Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik
Indonesia (PRI), Barisan Pemuda Indonesia (BPI), dan lainnya. Selain itu para
pemuda yang dipelopori oleh Adam Malik membentuk Komite van Actie.
Pada tanggal 5 Oktober
1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi. Berdasarkan
maklumat pemerintah tersebut, maka segera dibentuk Markas Tertinggi TKR oleh
Oerip Soemohardjo yang berkedudukan di Yogyakarta. Di Pulau Jawa terbentuk 10
Divisi dan di Sumatra 6 Divisi. Berkembangnya kekuatan pertahanan dan keamanan
yang begitu cepat memerlukan satu pimpinan yang kuat dan berwibawa untuk
mengatasi segala persoalan akibat perkembangan tersebut. Supriyadi yang
ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi TKR ternyata tidak pernah muncul. Pada
bulan November 1945 atas prakarsa dari markas tertinggi TKR diadakan pemilihan
pemimpin tertinggi TKR yang baru. Yang terpilih adalah Kolonel Soedirman,
Komandan Divisi V/Banyumas. Sebulan kemudian pada tanggal 18 Desember 1945,
Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Oerip Soemohardjo tetap menduduki jabatan lamanya sebagai Kepala
Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen). Terpilihnya Soedirman
merupakan titik tolak perkembangan organisasi kekuatan pertahanan keamanan.
Pada bulan Januari 1946, TKR berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI).
Pada bulan Juni 1947 nama TRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sampai dengan pertengahan 1947, bangsa Indonesia telah berhasil menyusun,
mengonsolidasikan dan sekaligus mengintegrasikan alat pertahanan dan keamanan.
TNI bukanlah semata-mata alat negara atau pemerintah, melainkan alat rakyat,
alat “revolusi” dan alat bangsa Indonesia.
6. Dukungan Daerah terhadap Pembentukan Negara
Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia
Kemerdekaan yang diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945 ternyata mendapat sambutan yang luar biasa di berbagai
daerah, baik di Jawa maupun luar Jawa. Berikut ini dukungan terhadap
pembentukan Negara Republik Indonesia.
1. Di Sulawesi Selatan,
Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan
pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX, menyatakan
dukungannya terhadap Negara Kesatuan dan Pemerintahan Republik Indonesia.
Mayoritas raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui
kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai Gubernur Republik
di Sulawesi.
2. Raja-raja Bali juga
mengakui kekuasaan Republik.
3. Empat raja di Jawa
Tengah (Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, Kasultanan, dan Paku Alaman
Yogyakarta) menyatakan dukungan mereka kepada Republik Indonesia pada awal
September 1945.
Dukungan yang sangat penting ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dari Kasultanan Yogyakarta yang nampak dalam pernyataannya tanggal 5
September 1945. Dalam pernyataan tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX
menegaskan bahwa Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan
sebagai Daerah Istimewa dalam Negara Republik Indonesia. Pernyataan tersebut
merupakan suatu keputusan yang cukup berani dan bijak di dalam negara kerajaan
yang berdaulat. Sesuai dengan konsep negara kesatuan yang dianut Indonesia,
tidak akan ada negara di dalam negara. Kalau hal tersebut terjadi akan
memudahkan bangsa asing mengadu domba. Dukungan terhadap negara kesatuan dan
pemerintah Republik Indonesia juga datang dari rakyat dan pemuda. Berikut ini
beberapa peristiwa sebagai wujud dukungan rakyat secara spontan terhadap Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia :
1 . Sulawesi Selatan
Pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi,
Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setelah sampai di
Ujungpandang, gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal
Abidin diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Tindakan gubernur oleh para pemuda
dianggap terlalu berhatihati, kemudian para pemuda mengorganisasi diri dan
merencanakan merebut gedung-gedung vital seperti studio radio dan tangsi
polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati
(Bo-ei Taishin), bekas kaigun heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober
1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat peristiwa tersebut, pasukan
Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut
gerakan pemuda dipindahkan dari Ujungpandang ke Polombangkeng.
2 . Di Bali
Para pemuda Bali telah membentuk berbagai organisasi pemuda,
seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada akhir Agustus 1945. Mereka
berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi
mendapat hambatan dari pasukan Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 mereka
melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang, meskipun
gerakan ini gagal.
3 . Gorontalo
Pada tanggal 13 September 1945 di Gorontalo terjadi perebutan
senjata terhadap markas-markas Jepang. Kedaulatan Republik Indonesia berhasil
ditegakkan dan para pemimpin Republik menolak ajakan untuk berunding dengan
pasukan pendudukan Australia.
4 . Rapat Raksasa di
Lapangan Ikada
Rapat Raksasa
dilaksanakan di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) tanggal 19 September
1945. Sekitar 200.000 orang hadir dalam pertemuan tersebut. Pada peristiwa ini,
kekuatan Jepang, termasuk tank-tank, berjaga-jaga dengan mengelilingi rapat
umum tersebut. Rapat Ikada dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden
Mohammad Hatta serta sejumlah menteri. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan
darah, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang intinya berisi permintaan
agar rakyat memberi kepercayaan dan dukungan kepada pemerintah RI, mematuhi
perintahnya dan tunduk kepada disiplin. Setelah itu Presiden Soekarno meminta
rakyat yang hadir bubar dan tenang.
5 . Terjadinya Insiden
Bendera di Hotel
Yamato, Surabaya Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September
1945, ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato,
dengan dibantu segerombolan pasukan Serikat. Orang-orang Belanda tersebut
mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato. Hal tersebut memancing
kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan
Residen Sudirman untuk menurunkan bendera Belanda ditolak penghuni hotel.
Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel
serta menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya. Mereka merobek warna
birunya dan mengibarkan kembali sebagai Merah Putih.
6 . Di Yogyakarta
Di Yogyakarta perebutan
kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10
pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang
melaksanakan aksi mogok. Mereka memaksa agar orang-orang Jepang menyerahkan
aset dan kantornya kepada orang Indonesia. Tanggal 27 September 1945 Komite
Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah
tersebut telah berada di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada hari itu
juga di Yogyakarta diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
7. Sumatra Selatan
Dukungan dan perebutan kekuasaan terjadi di Sumatra Selatan pada
tanggal 8 Oktober 1945, ketika Residen Sumatra Selatan dr. A.K. Gani bersama
seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu upacara menaikkan bendera Merah Putih.
Setelah upacara selesai, para pegawai kembali ke kantornya masing-masing. Pada
hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh Karesidenan Palembang hanya ada satu
kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang
berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika
terjadi demonstrasi.
8 . Pertempuran Lima
Hari di Semarang
Peristiwa ini terjadi di Semarang pada tanggal 15 - 20 Oktober
1945. Peristiwa itu berawal ketika 400 orang veteran AL Jepang yang akan
dipekerjakan untuk mengubah pabrik gula Cepiring menjadi pabrik senjata
memberontak ketika akan dipindahkan ke Semarang. Tawanan-tawanan tersebut
menyerang polisi Indonesia yang mengawal mereka. Situasi bertambah hangat
dengan meluasnya desas-desus bahwa cadangan air minum di desa Candi telah
diracuni. Dr. Karyadi yang meneliti cadangan air minum tersebut meninggal
ditembak oleh Jepang. Pertempuran mulai pecah dini hari tanggal 15 Oktober 1945
di Simpang Lima. Pertempuran berlangsung lima hari dan baru berhenti setelah
pimpinan TKR berunding dengan pimpinan pasukan Jepang. Usaha perdamaian
dipercepat dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 yang kemudian menawan dan melucuti senjata tentara Jepang. Untuk
mengenang keberanian para pemuda Semarang dalam pertempuran tersebut, maka
dibangunlah Tugu Muda yang terletak di kawasan Simpang Lima, Semarang.
9 . Di Bandung
Pertempuran diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut
pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie
Winkel, sekarang Pindad). Usaha tersebut berlangsung sampai datangnya pasukan
Sekutu di Bandung tanggal 17 Oktober 1945.
10. Kalimantan
Di beberapa kota di Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung
proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang sudah mendarat atas nama Sekutu
mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi
dan mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan
rapat. Namun kaum nasionalis tidak menghiraukannya. Di Balikpapan tanggal 14
November 1945, tidak kurang 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil
membawa bendera Merah Putih.
11. Sulawesi Utara
Usaha menegakkan kedaulatan di Sulawesi Utara tidak padam,
meskipun tentara NICA telah menguasai wilayah tersebut. Pada tanggal 14
Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasukan
Pemuda Indonesia (PPI) mengadakan gerakan di Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di
Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang mendukung Republik Indonesia
antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A. Maengkom, Kusno Dhanupojo, dan G.E.
Duhan. Di sisi lain mereka juga menahan Komandan Garnisun Manado dan semua
pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Dengan diawali peristiwa tersebut
para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Berita tentang
perebutan kekuasaan tersebut dikirim ke pemerintah pusat yang saat itu di
Yogyakarta dan mengeluarkan Maklumat No. 1 yang ditandatangani oleh Ch.Ch.
Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 dan sebagai residen
dipilih B.W. Lapian.
Setelah berabad-abad bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan
dan dilandasi oleh semangat kebangsaan, dan telah mengorbankan nyawa maupun
harta yang tidak terhitung jumlahnya, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak perjuangan tersebut. Proklamasi
kemerdekaan merupakan peristiwa yang sangat penting dan memiliki makna yang
sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.
Berikut ini makna dan
arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia :
1) Apabila dilihat dari
sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa
Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan
tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari
sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang
lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas,
merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan
puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan
mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi
dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, maka bangsa Indonesia
telah lahir sebagai bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de facto maupun
secara de jure.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar